Laman

Jumat, 16 April 2010

FATIMAH AZ ZAHRA; TELADAN SETIAP MUSLIMAH

FATIMAH AZ ZAHRA; TELADAN SETIAP MUSLIMAH


MUKADDIMAH

Seorang Muslimah yang tidak mengenal dan mencintai Fatimah Az Zahra putri Rasulullah, harus dipertanyakan keimanannya. Bagaimana tidak Az Zahra adalah putri yang sangat dicintai dan mencintai Rasulullah. Oleh karenanya sering keluar dari lisan Rasulullah kata kata yang mengandung arti bahwa apa yang membuat Fatimah marah otomatis membuat beliau marah. Bahkan pada akhir hayatnya Rasulullah sempat membisiki Az Zahra bahwa ia pemimpin wanita ahli surga. Tapi siapa sangka apabila kehidupan sang putri diwarnai oleh kesengsaraan. Kesabaran dan keridhoannya dalam menerima apa yang diberikan Allah lah yang membuat ia pantas menyandang gelar wanita terbaik.

Maka tak ada salahnya, apabila pada kesempatan ini kita mengenang kembali Az Zahra, dengan harapan bisa menjadi motivasi bagi kita untuk memperbaiki diri.

Fatimah Az Zahra, putri Rasulullah SAW.

Fatimah Az Zahra adalah anak perempuan ke empat pasangan Rasulullah dan Ummul mu'minin Khadijah. (Rasulullah dan Siti Khadijah dikaruniai empat orang putri; Zeinab, Raqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah). Fatimah dilahirkan ketika kaum quraisy merenovasi ka'bah (pada saat itu Rasulullah yang dikenal dengan julukan Al Amin –orang yang dipercaya-berhasil menggagalkan peperangan antara kelompok quraisy).Tepatnya 20 jumadil akhir lima tahun sebelum bi'tsah (turun wahyu kepada rasulullah).

Dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwasanya Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah (kelak setelah lahirnya Hasan bin Abi Thalib bin Fatimah bin Muhammad, Hasanlah orang yang paling mirip dengan Rasulullah), di antaranya adalah apa yang dikatakan 'Aisyah: "Tidak ada yang mirip Rasulullah dalam cara berjalan dan bertutur kata kecuali Fatimah", Dalam riwayat lain Ummul Mu'minin Ummu Salamah mengatakan: "Fatimah bintu Rasulillah adalah orang yang paling mirip wajahnya dengan Rasulullah." Hal ini ditegaskan oleh Anas bin Malik dalam salah satu riwayatnya: "Fatimah sangat mirip dengan Rasulullah, kulitnya putih dan berambut hitam."

Fatimah, memiliki banyak julukan, julukannya yang paling masyhur adalah Az Zahra yang artinya bercahaya,berkilau. Ulama berbeda pendapat dalam sebab dijulukinya Az Zahra, ada yang mengatakan karena Fatimah adalah bunga Rasulullah, yang lain mengatakan karena fatimah berkulit putih, pendapat ketiga mengatakan karena apabila fatimah beribadah dalam mihrabnya (musholah) maka cahayanya menerangi mahkluq yang ada di langit seperti halnya cahaya bintang menerangi makhluq yang ada di bumi. Selain Az Zahra, fatimah mendapat julukan Ash Shiddiqah (orang yang percaya), Al Mubarakah, At Thahirah, Az Zakiyyah, Ar Radhiyah, Al Murdhiyyah.

Di samping julukan-julukan di atas, Fatimah mendapat julukan Al butul, sebagaimana Siti Maryam mendapat julukan tersebut. Yang dimaksud dengan al butul di sini adalah memutuskan hubungan dengan dunia untuk beribadah kepada Allah.

Julukan yang tidak kurang istimewanya dari julukan-julukan di atas adalah julukan ibu dari bapaknya "ummu abiha" Para ulama berusaha menafsirkan julukan ini dengan berbagai penafsiran di antaranya:
1. Fatimah adalah anak bungsu Rasulullah SAW. Dan ialah satu-satunya anak Rasulullah yang tinggal bersama Rasulullah setelah Khadijah wafat. Maka ialah yang menggantikan ibunya menyediakan keperluan Rasulullah SAW. Oleh karena itu Fatimah dijuluki "ummu abiha".
2. Dijuluki "ummu abiha", karena Rasulullah melalui wahyu sudah mengetaui bahwa hanya Fatimah lah di antara putra putrinya yang akan meneruskan keturunannya.
3. Dijuluki Rasulullah "ummu abiha", karena sama namanya denagn ibu asuh Rasulullah Fatimah binti Asad.

Fatimah Az Zahra, anak teladan

Tak sedikit riwayat yang menegaskan keistimewaan Fatimah di hati Rasulullah, di antaranya adalah riwayat yang menceritakan ketika Rasul mengajak keluarganya untuk memeluk Islam, dalam khutbahnya yang masyhur Rasulullah memilih Fatimah di antara putri-putrinya yang lain. Ketika itu ia berseru "Ya Fatimah binti Muhammad mintalah padaku apa yang kamu mau, tapi kelak di hadapan Allah aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu." Atau dalam riwayat lain ketika Rasulullah mendengar kaum Muslim tidak melakukan hukuman potong tangan karena yang melakukan pencurian berasal dari pembesar Quraisy, Rasulullah menyatakan statemennya yang spektrakuler: "Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya." Dua peristiwa ini sebagai bukti begitu dekatnya fatimah di hati Rasulullah SAW.

Apakah dengan demikian Fatimah menjadi anak manja dan besar kepala? Tidak ada waktu bagi seorang putri Rasulullah untuk bermanja, bayangkan di usianya yang baru menginjak 12 tahun Fatimah sudah mengalami apa yang kita kenal dengan embargo ekonomi dan sosial kaum quraisy terhadap kaum Muslimin. Selama tiga tahun ia mengalami kelaparan yang sangat dan menyaksikan bagaimana kaum muslimin meninggal satu demi satu untuk mempertahankan aqidahnya.

Belum lagi ia menikmati berakhirnya embargo yang dilakukan kaum Quraisy, ia harus kehilangan kakek yang dicintainya, Abu Thalib, motivator dakwah ayahnya, Rasulullah. Yang menambah kesedihannya adalah Abu Thalib wafat dalam keadaan musyrik menolak untuk masuk Islam. Tidak cukup duka yang menimpa gadis kecil Fatimah, tak lama kemudian ibunda Khadijah dipanggil oleh Sang Pencipta. Setelah puas menangis dengan penuh kesabaran ia menggantikan posisi ibunya dalam menyiapkan segala keperluan Rasulullah SAW.

Walaupun Fatimah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurus segala keperluan Rasulullah, tapi ia menyadari bahwa Rasulullah memerlukan pendamping, tempat berbagi suka dan duka. Oleh karenanya ketika Rasulullah menikah lagi, ia tidak menentang sedikitpun dengan apa yang dilakukan Rasulullah SAW.

Fatimah, sebagaimana disinggung di atas adalah anak kesayangan Rasulullah, sering Rasulullah mengatakan bahwa: "Fatimah adalah bagian dariku, apa yang membuatnya marah maka membuatku marah" (HR. Bukhari, Turmudzi, Ahmad, Hakim). Demikian sebaliknya,sebagai anak berbakti Fatimah selalu berusaha untuk melakukan apa yang membuat ayahnya senang. Pernah suatu hari Fatimah berkunjung ke rumah ayahnya, Rasulullah, ketika itu ia memakai seuntai kalung emas –hanya seuntai kalung sementara wanita yang lain waktu itu memakai jauh lebih banyak darinya- ia tidak tahu kalau hal itu akan membuat Rasulullah marah. Ketika keduanya tengah bercengkrama, pandangan Rasulullah tertuju pada kalung yang dikenakan Fatimah. Air muka Rasulullah langsung berubah dan beliau langsung membisu. Fatimah mengerti dan minta izin. Sepanjang perjalanan ia berfikir dan menyimpulkan bahwa Rasulullah marah kepadanya karena ia mengenakan kalung emas, Fatimah memutuskan untuk menjual kalung tersebut dan asil penjualannya akan ia belikan seorang budak untuk membantu pekerjaannya. Tapi keberadaan budak tersebut di rumahnya akan selalu mengingatkan Rasulullah SAW. Bahwa itu hasil penjualan kalung emas yang menyebabkan kemarahannya. Akhirnya untuk mendapatkan ridho ayahnya ia memutuskan untuk membeli budak dengan hasil penjualan kalung dan membebaskan budak tersebut.

Setelah itu pergilah Az Zahra mengunjungi Rasulullah, Rasulullah langsung mencari-cari kalung yang dikenakan Fatimah ketika kunjungannya terakhir tetapi ia tidak menemukannya. Belum sempat Rasulullah bertanya, Fatimah mendahului menjelaskan apa yang ia lakukan dengan kalungnya. Wajah Rasulullah langsung berubah cerah dan sumringah setelah mendengar apa yang dituturkan Fatimah. Maka keluarlah ucapan Rasulullah untuk Fatimah: Anti bintu abik "kamu betul-betul anak bapakmu."

Demikianlah, Fatimah Az Zahra sebagai anak. Ia meninggalkan perhiasan bukan karena haram baginya, ia tahu mubah hukumnya bagi wanita mengenakan perhiasan emas, tapi ketika ia mengetahui ayahnya tidak menyukainya, maka ia rela meninggalkannya.

Fatimah Az Zahra, istri teladan

Sudah lama Ali menyembunyikan keinginan untuk memperistri Fatimah. Keinginan tersebut bertambah menggebu setelah Rasulullah menikah dengan Siti 'Aisyah. Bagi Fatimah, Ali bukanlah orang asing, ia adalah anak paman Rasulullah, Abu Thalib. Keduanya dibesarkan dalam rumah yang sama dengan orang tua yang sama (Ali dikafil oleh Rasulullah sebagai balas jasa Rasulullah terhadap Abu Thalib). Tapi apa daya Ali tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan sebagai mahar. Abu Bakar dan Umar mendahului Ali melamar Fatimah, keduanya ditolak Rasulullah dengan halus. Setelah penolakan itu keduanya menemui Ali agar melamar Fatimah. Maka pergilah Ali menemui Rasulullah untuk melamar Fatimah. Karena malu Ali menyampaikan lamarannya dengan cara halus. Rasulullah hanya menjawab: "Ahlan wamarhaban" lalu keduanya sama-sama diam. Keesokan harinya Ali kembali menemui Rasulullah, kali ini dengan terang-terangan ia melamar Fatimah, dan menjadikan baju bsinya sebagai mahar. Kemudian atas perintah Rasulullah ia menjual baju besinya seharga 470 dirham untuk keperluan perkawinannya. Demikianlah perkawinan putri Rasulullah, dengan Ali, pemuda faqir yang hanya memiliki baju besi untuk dijadikan mahar. Ketika itu usia Fatimah 18 tahun.

Dibanding dengan saudari-saudarinya, dari segi materi, Fatimah lah yang paling sengsara. Ali tidak mampu membayar pembantu untuk meringankan pekerjaan Fatimah. Fatimah dengan ikhlas mengerjakan semua pekerjaan rumah, dibantu oleh Ali sepulang mencari nafkah. Suatu hari Ali mendengar bahwa Rasulullah mendapat beberapa orang budak. Maka iapun meminta kepada Fatimah untuk pergi menemui Rasulullah guna meminta salah satu budak agar bisa meringankan pekerjaan Fatimah. Pergilah Fatimah memenuhi permintaan Ali, tapi sesampainya di tempat Rasulullah ia malu menyampaikan maksud kedatangannya, iapun pamit pulang. Sesampainya di rumah ia menceritakannya pada Ali. Lalu Ali mengajak Fatimah kembali menemui Rasulullah, karena Fatimah diam saja, akhirnya Ali lah yang meminta kepada Rasulullah untuk memberi mereka salah satu budak agar bisa meringankan pekerjaan Fatimah. Tapi Rasulullah tidak bisa mengabulkan permintaan keduanya, karena hasil penjualan budak-budak tersebut akan dibelikan makanan untuk para fakir miskin. Pulanglah pasangan tersebut tanpa ada sedikitpun rasa kecewa di hati keduanya. Tapi pemandangan itu menyentuh hati Rasulullah sebagai seorang ayah. Malamnya Rasulullah mendatangi putrinya Fatimah, beliau bersabda: "Maukah kalian berdua aku beri sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?" keduanya menjawab dengan serentak: "tentu ya Rasulullah." Rasulullah berkata: "kalimat yang diajarkan Jibril; Membaca tasbih 10 kali, tahmid 10 kali dan takbir 10 kali setiap selesai sholat. Dan apabila kalian hendak tidur bacalah tasbih 33 kali , tahmid 33 kali dan takbir 34 kali."

Demekianlah semestinya seorang ayah. Sebagai seorang ayah, Rasulullah ingin membantu anaknya, tapi apa daya beliau tak memiliki apa yang anaknya perlukan, tapi beliau berusaha menyenangkan anaknya walau hanya sekedar dengan perhatian dan kata-kata penyejuk hati.

Sangking susahnya kehidupan keluarga Fatimah dan Ali. Pernah suatu hari Rasulullah berkunjung ke rumah Fatimah (setelah Hasan dan Husein lahir), beliau hanya menemukan Fatimah, ketika beliau menanyakan keberadaan Ali, Hasan dan Husein, Fatimah menjawab: Ali membawa kedua anaknya berjalan-jalan agar mereka tidak meminta makan, sementara di rumah tidak ada yang bisa dimakan."

Demikianlah Fatimah, putri Rasulullah dengan sabar dan qana'ah dan penuh keridhoan, ia jalani kehidupan rumah tangganya dengan Ali. Maka tak mengherankan betapa sakit hatinya Fatimah ketika Ali berniat akan menikah dengan wanita lain. Apalagi setelah tahu siapa wanita yang akan dinikahi Ali, yaitu; putri dari musuh Allah Amr bin Hisyam atau yang lebih dikenal dengan julukan Abu Jahal.

Adapun Ali, tidak ada niat sedikitpun untuk menyakiti hati Fatimah apalagi hati Rasulullah SAW. Dalam pandangannya selama ini, Rasulullah tidak membeda-bedakan antara putrinya dengan yang lain. Buktinya Rasulullah pernah berkata bahwa apabila Fatimah mencuri, maka akan dipotong tangannya sebagaimana yang lain. Berarti sebagaimana wanita muslimah yang lain boleh dimadu demikian halnya dengan Fatimah. Tapi ternyata dugaan Ali salah, Fatimah sangat marah dengan apa yang diniatkan Ali, demikian halnya Rasulullah. Rasulullah naik ke mimbar dan berkata: " Aku tidak mengijinkan Ali menikah dengan anak perempuan bani Hisayam, kecuali jika Ali menceraikan Fatimah, Aku bukan mengharamkan yang halal, tapi demi Allah tidak bersatu antara putri Rasulullah dan putri musuh Allah pada satu laki-laki." Begitu istimewanya Fatimah di hati Rasulullah, sampai beliau tidak tega melihatnya dimadu. Hal ini merupakan kekhususan Az Zahra sebagaimana kekhususannya dalam dilarangnya ia mengenakan perhiasan.

Az Zahra memiliki dua orang putra, Hasan dan Husein. Dan dua orang putri: Ummu Kultsum dan Zeinab.

KHATIMAH

Demikianlah kehidupan Az Zahra, putri Rasulullah SAW. Pemimpin wanita di surga. Sedikitpun ia tidak mengenal kemewahan, bahkan mengenakan seuntai kalung saja menjadi pantangan. Dari segi materi keluarga Fatimah dan Ali bisa dikatakan sangat minim -apabila tidak boleh dikatakan kekurangan-, tapi apabila kita lihat dari sisi lain keluarga Fatimah dan Ali lah yang paling berkah di antara keluarga putri-putri Rasul yang lain. Bagaimana tidak? Hanya keturunan merekalah yang masih berlanjut hingga kini.

Diantara keistimewaan Az Zahra adalah ia wafat 6 bulan setelah Rasulullah wafat, sementara putra-putri Rasulullah yang lain wafat sebelum Rasulullah. Az Zahra wafat pada usia 28 tahun dan dikuburkan di Baqi'.

Hanya ini yang bisa saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan. Teriring do'a semoga kita dapat menjadikan Az Zahra sebagai teladan.

Sang At-Thâhirah


Sang At-Thâhirah

Siapakah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid?


Khadijah adalah putri Khuwailid ibn Asad ibn Abdil Izz. Dan Abdul Izz adalah saudara kandung Abdu Manaf, salah seorang kakek Nabi Muhammad saw. Keduanya bertemu pada Qushay ibn Kilab, kakek yang ke-4.

Sejarah tidak melupakan peran Khuwailid, ayah Sayyidah Khadijah ketika ia berdiri di hadapan Tuba, Raja Yaman yang datang ke Mekkah untuk berhaji. Raja itu ingin menghambil Hajar Aswad dan membawanya ke Yaman. Khuwailid menahan dan menghadang rombongan Raja Yaman itu seraya menjelaskan bahwa tindakan mereka itu akan membangkitkan murka Allah, dan bahwa Penguasa Rumah ini tidak akan membiarkannya, tetapi pasti akan menimpakan kepadanya laknat yang hebat.

Khuwailid dan para pengikutnya dari penduduk Mekkah berdiri menghadang rombongan Raja Yaman sehingga ia diliputi rasa takut akan laknat yang mungkin menimpanya. Omongan Khuwailid itu terus terngiang-ngiang di telinga raja itu dan memengaruhi pemikirannya. Ketika raja itu memasuki Ka’bah dan tidur di sana, ia bermimpi buruk seakan-akan nestapa dan laknat yang dahsyat membinasakan dan menghancurkannya.

Akhirnya, ia membatalkan keinginannya dan pulang ke Yaman dengan tangan hampa. Al-Sahili berkata:

Khuwailid adalah orang yang menghadang rombongan Raja Yaman yang datang untuk berhaji dan ingin mengambil Batu Hitam serta membawanya ke Yaman. Khuwailid bangkit menghadang mereka. Sertamerta penduduk Mekkah bangkit mendukung Khuwailid. Dan kemudian si raja itu bermimpi sangat buruk sehingga ia membatalkan niatnya, dan pulang dengan tangan hampa.”

Pakar sejarah Ibn Ishaq menuturkan penggalan kisah ini secara lebih jelas dan sederhana, “Ketika Raja Yaman itu beranjak pulang, ia ingin membawa serta Batu Hitam sehingga penduduk Quraisy mendatangi Khuwailid ibn Asad ibn Abdil Izz ibn Qushay.”

Mereka berkata, “Apa yang akan terjadi pada kita jika Batu itu dibawa ke Yaman?”

Ia menjawab, “Apa yang kalian bicarakan?”

“Tuba hendak membawa Batu Hitam itu ke negerinya.”

“Kematian sungguh lebih baik.” Kemudian ia mengambil pedangnya dan bergegas pergi ke Ka’bah.

Penduduk Qurasiy mengikuti di belakangnya membawa senjatanya masing-masing. Mereka pergi menghadang rombongan Tuba.

Mereka bertanya, “Wahai Tuba, apa yang hendak kaulakukan dengan Batu itu?”

“Aku ingin membawanya ke negeriku.”

“Kematian sungguh lebih baik bagi kami daripada membiarkanmu membawanya.” Kemudian mereka mendekati dan mengelilingi batu itu menghalangi si Tuba.

Itulah Khuwailid. Lelaki pemberani yang ditaati dan diikuti kaumnya. Dialah yang membela keutuhan Ka’bah sementara ia hidup di masa Jahiliah. Ia dikenal oleh penduduk Mekkah sebagai orang yang berakhlak mulia dan berpekerti baik.

Ibunda Sayyidah Khadijah adalah Faimah binti Zaidah ibn al-Ashamm ibn Ruwahah ibn Hajar ibn Abd ibn Ma‘ish ibn Amir ibn Luay. Ibunda Fatimah, atau kakek Khadijah, adalah Halah binti Abdi Manaf ibn al-Harits yang tersambung kepada Luay ibn Ghalib.

Kedua orangtua Khadijah itu berasal dari keturunan terbaik di tengah kaumnya, dan keluarga yang paling kaya. Khadijah dibesarkan di sebuah rumah yang besar dan sarat materi. Kendati demikian, ia didisiplinkan oleh perilaku yang mulia, dan keluarga dikenal taat beragama. Keluarga itu terselamatkan dari banjir besar yang menerjang Mekkah dan menenggelamkan sebagian besar rumah keluarga Quraisy.

Pertolongan dan perlindungan Allah menjaga Khadijah sejak masa kanak-kanaknya. Ia mendapat perlindungan khusus dari Allah karena ditakdirkan untuk menjadi ibu bagi kaum beriman.

Tidak semua wanita layak menjadi ibu bagi kaum beriman. Allah telah menyiapkan pendidikan khusus bagi para istri Rasulullah. Pertolongan Ilahi menjaga mereka sejak penciptaan dan pertumbuhan mereka. Allah Ta’ala memilih mereka untuk memerankan suatu peran penting dalam kehidupan Muhammad, penutup para nabi. Karena itulah Nabi saw. tidak pernah menikahi seorang wanita demi kehormatannya atau kedudukan sosialnya, atau karena kekerabatannya. Ia menikahi mereka karena ilham dari Allah, demi suatu tujuan khusus yang telah ditetapkan oleh Allah.

Telah menjadi kebiasaan keluarga para pemimpin Quraisy untuk menikahkan putri mereka di usia belia. Jika seorang anak perempuan telah melewati usia sepuluh tahun, ia akan dinikahkan. Dan biasanya, tidak ada yang berani begitu saja melamar seorang anak perempuan dari keluarga bangsawan Quraisy kecuali mereka yang telah dikenal keutamaannya dan kemuliaan keturunannya.

Ketika Khadijah telah genap berusia 10 tahun, laki-laki pertama yang melamar dan kemudian menikahinya adalah Atiq ibn Abid ibn Abdillah al-Makhzumi.

Dari Atiq, Khadijah melahirkan seorang anak laki-laki yaitu Abdullah. Atiq meninggal lebih awal. Belum genap lagi masa berkabung Khadijah, Hind ibn Zararah ibn al-Nabbasy al-Tamimi melamarnya, yang kemudian memberinya dua anak laki-laki, yaitu Hind dan al-Harits, serta seorang anak perempuan, yaitu Zainab.

Jika kita berbicara mengenai keluarga Khadijah, kerabat, dan saudara-saudaranya maka kita akan mendapati mereka sebagai orang yang pemberani dan kaya. Misalnya, Hakim ibn Hazm, seorang keponakan Khadijah, dikenal sebagai orang yang kaya raya.

Begitu pula saudara sepupunya, yaitu Waraqah ibn Nawfal. Kedua orang ini memiliki peran penting dalam kehidupan Khadijah. Mengenai Hakim, ia dilahirkan oleh ibunya di mulut Kakbah. Ketika ia memasuki Kakbah, tiba-tiba ia merasa hendak melahirkan. Keistimewaan ini memuliakan Hakim.

Hakim dikenal sebagai orang yang cerdas, memiliki kemampuan nalar dan pandangan yang luas, bijaksana, dan dermawan sehingga dikisahkan bahwa ia menjadi salah seorang anggota Dar al-Nadwah ketika usianya baru menginjak lima belas tahun, padahal dewan itu hanya menerima anggota yang telah berusia minimal 40 tahun.

Bahwa ia diterima meski usianya masih belia membuktikan kecerdasan pikirannya, ketajaman pandangannya, dan keluasan wawasannya. Bahkan, Abu Sufyan begitu berhasrat meraih kedudukan seperti yang dicapai Hakim ibn Hazm.

Kecerdasan dan kecerdikan Hakim diterapkan dalam binis sehingga kafilah dagangnya berkembang pesat dan menjangkau hampir seluruh Jazirah Arab, Syam, Persia, dan lain-lain. Setiap kali pulang ke Mekkah kafilah dagangnya itu membawa keuntungan yang sangat besar.

Tidak ada yang dapat menandingi kekayaan Hakim pada masa itu. Kendati demikian, ia tidak menjadi laki-laki yang pelit. Ia gemar menyedekahkan hartanya kepada para fakir Mekkah dan kepada para tamu. Ia lakukan semua itu agar hartanya itu membawa berkah, kecintaan, dan kelembutan. Ia sangat dicintai oleh bibinya, yaitu Khadijah.

Ia sering mendatangi rumahnya, menemaninya, serta berbagi cerita dan bertukar pandangan dengannya. Sedangkan Waraqah ibn Nawfal, anak salah seorang paman Khadijah, adalah syekh besar yang berperan penting dalam pendidikan ruhani Khadijah di masa Jahiliah sebelum ia menikah dengan Muhammad.

Waraqah dikenal sebagai seorang yang zahid terhadap dunia. Seluruh hidupnya dicurahkan untuk menelaah semesta, beribadah kepada Allah, dan mengkaji Taurat dan Injil. Ia memahami sebagian tanda-tanda kenabian yang terdapat pada diri Muhammad saw. sebagaimana dikabarkan dalam Taurat, Injil, dan kitab-kitab lainnya.

Ia banyak berdiskusi dengan para rahib, dan gemar mempelajari kitab-kitab suci. Karena itulah ia mengetahui tanda-tanda nabi yang dijanjikan. Ia begitu berhasrat untuk menemui dan mengenali Nabi yang ditunggu itu sebelum mati, terlebih lagi ketika mengetahui bahwa Nabi yang dinantikan itu berasal dari keturunan Ismail ibn Ibrahim a.s.

Waraqah membenci perjudian, berhala, dan penyembahan terhadapnya. Sebaliknya, ia selalu menghadap kepada Allah, pencipta seluruh semesta. Ia memiliki keyakinan dan keimanan yang mendalam terhadap hari perhitungan, surga, dan neraka. Ia juga populer sebagai penyair yang sangat halus perasaannya, berjiwa besar, dan lapang dada. Ia mencintai manusia dan manusia mencintai serta menghormatinya.

Ketika ia melewati suatu majelis, orang-orang segera menyambutnya dan mengajaknya ngobrol berlama-lama dengan mereka. Tentu saja, dalam obrolannya, ia selalu memperkenalkan ajaran tauhid dan ibadah kepada Allah.

Siti Khadijah banyak dipengaruhi oleh kedua lelaki ini. Hakim anak saudaranya, Hizam, menjadi idolanya dalam urusan dagang, pengelolaan kekayaan, dan kedermawanan. Sementara Waraqah, anak pamannya, Nawfal, mengajarinya ajaran ruhani dan kontemplasi, serta penelaaahan terhadap alam semesta. Ia selalu memercayai ucapan Waraqah.

Ajaran Waraqah sangat memengaruhi Khadijah sehingga ia tumbuh sebagai wanita yang matang, bijak, dan cerdik. Ia dikenal memiliki pikiran yang visioner. Ia banyak belajar dari Waraqah mengenai keyakinan kepada Allah, tanda-tanda kekuasaan-Nya, pahala dan siksa-Nya, surga dan neraka-Nya, serta nilai keutamaan kerja dan infak kepada kaum fakir dan menolong orang yang membutuhkan.

Berkat ketajaman pikiran dan kedalaman rasanya, Waraqah mampu mengetahui apa yang berkecamuk dalam jiwa anak pamannya itu. Jiwa wanita itu hampa dari hasrat dunia. Ia selalu menjawab pertanyaan Khadijah dengan pengetahuan yang didapatkannya dari kitab-kitab suci dan bacaan lainnya sehingga nasihat-nasihatnya itu membekas dalam benak Khadijah dan memengaruhi kehidupan agamanya.

Selama hidupnya ia tidak pernah menyembah berhala, tak pernah menyajikan kurban untuk berhala, dan tidak penah bernazar untuknya.

Jadi, bisa dikatakan bahwa kehidupan Khadijah di masa Jahiliah sepenuhnya terbebaskan dari berhala dan penyembahan kepadanya. Ia juga suci dari perilaku yang keji dan penyembahan kepada selain Allah.

Sayyidah Khadijah menikmati kehidupan yang mulia dan terhormat di tengah masyarakat Mekkah, terutama di tengah kaum Quraisy. Ia banyak mendapat julukan yang menunjukkan keutamaan, kemuliaan, dan keistimewaannya dibanding semua wanita pada zamannya. Banyak sifat baik yang melekat pada dirinya yang semuanya membuktikan kecintaan masyarakat kepadanya.

Sebagian orang menjulukinya al-Thâhirah (Yang Suci), karena ia dikenal sebagai wanita yang suci. Julukan itu benar-benar menggambarkan keadaan dirinya. Khadijah pernah dua kali menikah di masa Jahiliah sebelum bertemu dengan Nabi Muhammad saw., pemimpin umat manusia.

Suaminya yang kedua meninggal ketika ia mulai memasuki usia dewasa. Ia terhindar dari perbuatan keji dan lebih memilih menyibukkan diri dalam urusan dagang. Banyak laki-laki yang ingin menikahinya. Banyak pula pedagang yang menyukainya, namun ia enggan menjadikan perdagangan sebagai perantara untuk menjalin hubungan dengan laki-laki.

Ia memilih jalan keselamatan dan menjauhi dorongan nafsu, hura-hura, dan kesia-siaan. Barang dagangannya sangat banyak dan beragam. Ia tidak bergabung dengan para pedagang lain dan tidak ikut dalam suatu perkumpulan atau serikat dagang apa pun.

Sepenuhnya ia mengandalkan budak-budak dan para pelayannya untuk menjalankan bisnisnya. Budak yang paling setia dan paling dipercayainya adalah Maysarah. Ia menjadi wakil Khadijah yang menyampaikan perintah dan keinginannya kepada para pelayan yang lain.

Siti Khadijah digelari al-Thâhirah karena ia terjaga dari penyembahan kepada patung dan berhala. Ia tak pernah bergabung dengan kaum wanita yang suka berpesta pora. Telah dikenal luas bahwa rumah-rumah di Mekkah pada masa Jahiliyah sering menggelar pesta-pesta arak, nyanyi-nyanyi, dan dansa-dansi, serta berbagai kesenangan lainnya.

Siti Khadijah tak pernah sekalipun memasuki rumah atau tempat perkumpulan yang menggelar acara semacam itu. Ada juga pesta-pesta begadang yang digelar di rumah paman atau kerabatnya. Namun, semua kebiasaan itu tak dapat menggoyahkan jiwa Khadijah yang suci meski ia bergaul dekat dengan kaum wanita Quraisy.

Kaum wanita Quraisy menghormatinya dan sejarah pun mencatatnya dengan tinta emas, karena ia memiliki jiwa yang agung. Mereka sering mengunjungi rumah Khadijah untuk mendapatkan keutamaan dan kehormatannya.

Ketika ia keluar rumah menuju Ka’bah untuk bertawaf, mereka akan mengikutinya. Mereka tunduk dan patuh kepadanya. Tak seorang pun menentang ucapannya. Ia hanya mengucapkan yang baik, dan mereka juga selalu berusaha menjaga diri agar telinganya yang suci tidak mendengar kata-kata yang buruk dan keji.

Kaum wanita Quraisy tersinggung dan sangat marah ketika ada seorang Yahudi yang berdiri di sekitar Kakbah kemudian memanggil para wanita seraya berkata, “Wahai wanita Quraisy, sungguh akan muncul seorang nabi zaman ini.

Maka, siapa saja yang ingin melayani dan menjadi gundiknya, bersiaplah!” Para wanita Quraisy yang mendengar ucapan si Yahudi itu seketika bangkit amarahnya dan kemudian melempari mulut keji itu dengan batu.

Padahal, biasanya, mereka akan bersenda gurau dan mungkin akan membiarkan orang yang berkata seperti itu. Mereka marah karena di sana ada Siti Khadijah, perempuan yang mereka hormati.

Julukan lain yang disematkan kepada Siti Khadijah adalah “Pemimpin Wanita Quraisy”. Tidak ada wanita lain pada zamannya yang mendapat julukan seperti itu. Julukan itu, tentu saja, dilekatkan kepadanya karena sifat-sifatnya yang terpuji dan mendekati kesempurnaan. Masyarakat bersepakat memberikan julukan itu karena keutamaan akhlak dan perilakunya. Harta hasil perdagangannya sangatlah banyak dan berlimpah.

Namun, ia tak pernah menjadi budak harta. Ia pun tidak tenggelam dalam aktivitas bisnisnya dan melupakan aspek kehidupan lain. Ia pergunakan hartanya dengan sangat bijak, dan gemar bersedekah kepada kaum fakir dan yang membutuhkan. Para ulama dan para penulis menggambarkan sosok Khadijah dengan ungkapan:

“Jiwanya terhindar dari urusan kemanusiaan dan keduniaan, dan dari membicarakan urusan mereka. Ia senantiasa menelaah dan merenungkan apa yang ada di balik kehidupan ini. Ia bertanya kepada para ahli kitab tentang rasul-rasul yang telah diutus dan rasul yang akan diutus oleh Allah sebagai pembimbing bagi manusia.

Ia juga selalu mencari tahu tentang Tuhan Yang Maha Agung, yang layak disembah dan disujudi serta ditaati. Jiwanya yang suci, dan ketajaman daya pikirnya membantunya merenungkan perkara-perkara semacam itu.”

Kitab-kitab sejarah menuturkan bahwa ia sering berbincang-bincang dengan anak pamannya, yaitu Syekh Waraqah ibn Nawfal mengenai rasul yang akan diutus oleh Allah untuk membimbing manusia.

Ia pun sering bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, “Apakah waktunya telah dekat bagi datangnya rasul mulia yang dijanjikan dan dinantikan? Apakah ia akan punya kesempatan untuk menemuinya? Dan akankah ia dapatkan posisi tertentu di sisi Sang Nabi?

Pemikirannya yang suci tentang risalah yang ditunggu dan tentang rasul yang dijanjikan telah menjauhkannya dari permainan dan kesia-siaan yang kala itu telah menjadi tradisi kaumnya.

Dengan begitu, ia naik meraih tingkatan terpuji di antara manusia.

Ia distimewakan dengan gelar “Pemimpin Wanita Quraisy”, padahal ada banyak wanita bangsawan di tengah kaum Quraisy. Hanya Khadijah seorang yang mendapat gelar itu. Di Mekkah, khususnya di Quraisy, banyak wanita yang dianggap pintar, terhormat, dan kaya, tetapi Sayyidah Khadijah mengatasi mereka semua berkat pemikirannya, kecerdasannya, kekayaan, kehormatan, dan kesuciannya dari perilaku nista dan keji.

Ia juga masyhur di tengah kaumnya dengan kehormatan dan keagungannya, serta kebiasaannya menolong orang yang membutuhkan. Rumahnya sering didatangi para fakir, orang yang membutuhkan, dan para tamu lainnya. Ia gemar bersedekah sehingga banyak penduduk Mekkah yang cemburu dan ingin menjadi seperti dia.

Akhlak dan perangainya begitu terpuji. Tak heran jika mereka menjulukinya “Pemimpin Wanita Quraisy”. Ia juga mendapat gelar Ummul Mukminin, atau Ibu Kaum Beriman, gelar yang mengangkatnya ke derajat yang tinggi dan posisi yang tak tergantikan sepanjang zaman.

Ia curahkan segala miliknya untuk membantu perjuangan dan dakwah Nabi saw. Semua kekayaannya ia persembahkan untuk menolong kaum muslimin ketika mereka diboikot dan diembargo oleh kaum kafir Quraisy.

Secara sembunyi-sembunyi ia menulis surat kepada keluarga, kerabat, dan sahabat-sahabatnya yang berada di luar wilayah embargo dan yang bersimpati kepada kaum muslimin. Ia meminta mereka mengirimkan makanan dan kebutuhan lainnya untuk kaum muslimin, meski kaum kafir senantiasa mengawasi dan mengintai gerak-gerik kaum beriman.

Orang-orang yang disurati Khadijah bersegera menjawab dan memberikan bantuan. Sungguh, Allah telah memuliakan Khadijah dengan menjadikannya Ummul Mukminin yang paling utama.

Dan mungkin, gelar yang paling agung adalah “Pemimpin Seluruh Wanita”.

Gelar itu menyatukan gelar-gelar yang telah disebutkan sebelumnya. Tidak ada wanita di seluruh dunia yang mendapat gelar semulia itu. Julukan ini tidak diterima oleh para Sayyidah dari umat Nabi Muhammad saw., baik oleh para istri Nabi saw., maupun para wanita dari kalangan lainnya, kecuali Sayyidah Fatimah al-Zahra binti Rasulullah.

Sebelum mereka, hanya ada dua wanita yang mendapat gelar kehormatan ini, yaitu Maryam binti Imran dan Asiah binti Mazahim. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. bahwa Rasulullah suatu ketika membuat empat garis di tanah kemudian bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian, apakah ini?”

Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

“Ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Mazahim, istri Firaun.”

Dan diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ali karramallâhu wajhah, bahwa Nabi saw. bersabda, “Wanita terbaik adalah Maryam binti Imran dan wanita terbaik adalah Khadijah.”

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wanita ahli surga yang paling mulia adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Mazahim, istri Firaun.”

Gelar dan kedudukan yang mulia ini tidak didapatkan begitu saja oleh Ibunda Siti Fatimah, Khadijah r.a. Semua gelar itu didapatkan berkat perjuangan dan kesungguhannya mendampingi Nabi yang mulia.

Ia serahkan semua miliknya kepada Allah dan dalam perjuangan menegakkan agama-Nya. Ia kokoh berjalan di sisi Nabi Muhammad saw. dan tak pernah lelah membantu perjuangan dakwahnya. Peran penting dan perjuangannya itu akan tampak jelas jika kita telaah kehidupan putrinya, Fatimah al-Zahra, yang sangat banyak dipengaruhi oleh perjuangan dan sifat mulia ibundanya.

___________________________________

Sumber : Innaha Fatimatuz Zahra, Dr. Muhammad Abduh Yamani. Terjemahannya sudah diterbitkan Pustaka IIMaN : Hanya Fatimah Bunga Nan Jadi Bunda Ayahnya

*] Hadis-hadis ini banyak disebutkan dalam buku-buku sejarah, biografi, dan tafsir, juga dalam kitab-kitab kumpulan hadis, di antaranya dalam Sahih Bukhari, bab al-Manâqib.

SITI KHODIJAH

SEJARAH SINGKAT SITI KHODIJAH


Beliau adalah ibu dari Fatimah Zahrah Sa yang tidak pernah dilupakan rosul semasa hidup beliau SAW dan dalam hadist menyebutkan “Dari kaum lelaki banyak yang sempurna dan dari mereka kaum wanita yang sempurna ada empat yaitu khodijah, fatimah, maryam dan asyiah isti firaun dan dari keempat ini yang paling terdepan ialah fatimah binti muhammad Saw, julukan fatimah ialah khodijatul Qubro, membicarakan siti khodijah yang sangat terkenal dalam menjaga dirinya, dan suci yang tidak sesuai apa yang dilakukan oleh wanita-wanita lain pada zamannya, wanita terkaya pada zamannya karena Allah selalu mencurahkan rizki-Nya padanya dan inilah yang Allah persiapkan untuk rosul SAW jauh sebelumnya.

Banyak lelaki yang datang melamarnya tapi ditolak kemudian dia mendengar kebasaran nabi Muhammad SAW kemudian menawarkan kerjasama melalui pembantunya maysaroh untuk mengawal hartanya bukan menjadi buruh yang diberi kepercayaan untuk menjalankan hartanya. Spontan ketika siti khodijah melihat rosul langsung Allah memberi mahabbah sehingga mencintai rosul mungkin ada orang yang lidahnya mencintai rosul tapi mungkin belum sampai hatinya, kemudian khodijah bahagia sekali dengan melantunkan bait-bait indahnya yang panjang. Tidak akan mampu mencintai rosul SAW kecuali hati yang bersih dan suci mustahil mampu mencintai lambang kesucian dan kebersihan yaitu nabi Muhammad SAW.

Rosul diberi unta yang paling ganas yang sulit dijinakkan, melihat unta itu pamannya Abbas protes karena keponakannya diberi unta yang ganas itu, tapi rosul Saw tetap menerimanya Spontan ketika unta itu mendengar suara rosul SAW langsung tunduk dihadapan nabi Muhammad SAW mengusap-usapkan kepalanya dikaki nabi Muhammad SAW bahkan unta itu mampu berkata dengan lantang “Siapa yang beruntung seperti aku ini punggungku dipegang oleh seorang sayyidil mursalin” setelah itu rosul diberi barang yang untuk dibawa dan pembantu yang lain diberi pesan dilarang protes terhadap harga dan ditetapkan oleh nabi Muhammad SAW. Menurut khodijah cinta itu enak dan indah meski disana ada siksaan yang pedih yaitu perpisahan, beliau sangat mencintai rosul SAW disetiap anggota tubuh beliau semuanya diisi dengan cinta kepada rosul Saw, dalam perjalanan itu berbagai mukjizat nampak disana dan lalu diceritakan oleh pembantunya kepada Khodjiha dan pulang dengan keuntungan yang berlipat-lipat pada waktu itu umur beliau baru 25 tahun. Tapi semua harta itu tidak penting bagi kodijah yang paling penting adalah keselamatan rosul SAW daripada seluruh hartanya.

Rosul diberi 20 unta dari hasil perniagaan rosul SAW untuk jadi mahar, kemudian pamannya mengumumkan kalau kodijah akan melakukan pernikahan, semua penasaran siapa yang akan jadi suami beliau, semua pembantu kodijah menghias tempat itu yang akan dipakai pernikahan pada saat yang bersamaan Allah menyuruh Jibril As untuk menghias surga, Abu jahal hari itu masih dengan PD nya menganggap dirinya yang dipilih padahal ia sudah ditolak datanglah ia membawa pakaian kebesarannya, rosul SAW pada saat itu nampak penuh cahaya memakai pakaian kebesaran Abdul muntolib ketika mau masuk Abu tolib berteriak “Hai semuanya bangunlan nabi Muhammad SAW telah hadir” beliau membawa tongkatnya ibrohim dan dengan cincin kebesaran Nabi Muhammad SAW.

Berkaitan dengan umur khodijah pada saat beliau kawin khodijah umurnya 45 tahun dan nabi Muhammad 25 dan itu yang paling populer tapi yang populer itu belum pasti yang benar terjadi perselisihan disini baihaqi mengatakan 25 dan terbanyak 28 tahun, ada yang mengatakan umur 35, 40, 44 dan ini juga menurut baihaqi juga yang terpopuler umur kodijah beliau adalah sama-sama 25 tahun tapi yanng namanya sejarah kalau kita duduk dan yang membahas jangan jadi perkelahian sialahkan yang percaya 45 silakan 25 silakan, lalu apakah beliau pernah kawin sebelum dengan nabi Muhammad ada yang mengatakan dia masih gadis juga ada yang mengatakan 2x menikah itupun terserah.

Kemudian mereka berdua hidup dengan bahagia sampai rosul SAW menjadi rosul di goa hiro dan khodijah juga wanita yang pertama iman kepada rosul SAW, setelah itu beliau mempersiapkan semua untuk mendukung rosul SAW, terjadi permusuhan kepada rosul tapi khodijah selamat pernah juga keluarganya dibaikot sehingga tidak boleh jual bali dengan siapapun bahkan diriwayatkan khodijah sampai makan daun dan ada yang mengatakan ditahun itu juga khodijah wafat.

pada waktu menjelang wafatnya khodijah, beliau hanya berbaring ditempat yang sederhana, dirumah yang sederhana tapi dirumah itulah tempat naik turunnya malaikat Allah dan wahyu Allah, bahkan khodijah itu takut sekali dengan siksaan kubur itu karena merasa belum melakukan apa-apa untuk rosul padahal semua harta kekayaannya hanya untuk mendukung perjuangan Rosul SAW karena beliau mengganggap rosul itu Agung, beliau takut sekali akan siksa kubur kemudian beliau ingin meminta sorban yang biasanya dipakai untuk menerima wahyu sebagai kafannya, itupun tidak berani harus melalui putrinya Zahrah karena takut kalau dianggap tidak sopan pada Rosul Saw padahal semua hartanya telah habis untuk perjuangan rosul Saw.

Sumber:
Sentuhan Qolbu Bersama Habib Muhammad bin Alwi Pasuruhan
www.pasfmpati.com Streaming Pukul 00:00 Wib

Siti Khadijah bukan wanita biasa.

Quantcast


Siti Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai dari berasal dari golongan pembesar Mekkah. Siti Khadijah merupakan seorang wanita yang berasal dari suku kaum Asadiyah, yaitu satu keturunan Quraisy yang amat dihormati dan disegani.

Beliau dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah yaitu 15 tahun sebelum tahun gajah, tahun kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibu bapaknya dengan penuh kasih sayang serta diberikan tarbiah yang sempurna. Beliau menikah dengan Nabi Muhammad s.a.w ketika berumur 40 tahun, manakala Nabi Muhammad berumur 25 tahun.

Khadijah merupakan wanita kaya raya dan terkenal. Beliau hidup mewah dengan hartanya sendiri. Meskipun memiliki kekayaan melimpah, Khadijah merasa kesepian hidup menyendiri tanpa suami. Pada suatu hari, suatu pagi, dengan penuh kegembiraan ia pergi ke rumah pamannya, iaitu Waraqah bin Naufal. Ia berkata: “Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatku terkagum. Lalu aku terbangun dari tidurku”.

Waraqah mengatakan: “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahwa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat”. Tak lama kemudian Khadijah ditakdirkan menjadi isteri Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad masih muda dan dikenal sebagai pemuda yang lurus dan jujur, telah diperkenalkan untuk ikut menjualkan barang dagangan Khadijah.

Hal yang lebih banyak menarik perhatian Khadijah adalah kemuliaan jiwa Nabi Muhammad SAW. Khadijah lah yang lebih dahulu mengajukan permohonan untuk menikah dengan Nabi Muhammad. Semua itu berlaku dengan usaha orang tengah yaitu Nafisah Binti Munyah dan peminangan dibuat melalui paman Nabi yaitu Abu Thalib. Keluarga terdekat Khadijah tidak menyetujui rencana pernikahan ini. Namun Khadijah sudah tertarik oleh kejujuran, kebersihan dan sifat-sifat istimewa Nabi Muhammad ini, sehingga beliau tidak mempedulikan segala kritikan dan kecaman dari keluarga dan kerabatnya.

Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Muhammad mengatakan, “Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Iran dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.”

Sewaktu malaikat turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad maka Khadijah adalah orang pertama yang mengakui kenabian suaminya, dan wanita pertama yang memeluk serta menerima Islam. Sepanjang hidupnya bersama Rasulullah SAW, Khadijah begitu setia menyertai Rasul dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, beliau pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluannya. Seandainya Rasulullah SAW agak lama tidak pulang, beliau akan meninjau untuk memastikan keselamatan Rasul.

Sekiranya Rasul khusyu bermunajat, beliau tinggal di rumah dengan sabar sehingga Rasul pulang. Apabila suaminya sedang berkesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau coba sekuat mungkin mententeram dan menghiburkannya sehingga suaminya benar-benar merasa tenang.

Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama. Malah dalam banyak kegiatan ibadah Rasulullah SAW, Khadijah pasti bersama dan membantu beliau seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu Rasulullah SAW menyebut keistimewaan terpenting Khadijah dalam salah satu sabdanya, “Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.”

Siti Khadijah telah hidup bersama-sama Nabi Muhammad selama 24 tahun dan wafat dalam usia 64 tahun 6 bulan.

Salahuddin Ayyubi »

Siti Khadijah

putritabi' tabi'in

Khadijah berasal dari golongan pembesar Mekkah. Kawin dengan Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Muhammad berumur 25 tahun. Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Khadijah bisa hidup mewah dengan hartanya sendiri. Meskipun memiliki kekayaan melimpah, Khadijah merasa kesepian hidup menyendiri tanpa suami, karena suami pertama dan keduanya telah meninggal.

Pada suatu hari, saat pagi buta, dengan penuh kegembiraan ia pergi ke rumah sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal. Ia berkata, “Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatku tertegun. Lalu aku terbangun dari tidurku”. Waraqah mengatakan, “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat”. Tak lama kemudian Khadijah ditakdirkan menjadi isteri Muhammad.

Ketika Muhammad masih muda dan dikenal sebagai pemuda yang lurus dan jujur sehingga mendapat julukan Al-Amin, telah diperkenankan untuk ikut menjualkan barang dagangan Khadijah. Hal yang lebih banyak menarik perhatian Khadijah adalah kemuliaan jiwa Muhammad. Khadijah lah yang lebih dahulu mengajukan permohonan untuk meminang Muhammad, yang pada saat itu bangsa Arab jahiliyah memiliki adat, pantang bagi seorang wanita untuk meminang pria dan semua itu terjadi dengan adanya usaha orang ketiga, yaitu Nafisah Binti Munyah dan peminangan dibuat melalui paman Muhammad yaitu Abu Thalib. Keluarga terdekat Khadijah tidak menyetujui rencana pernikahan ini. Namun Khadijah sudah tertarik oleh kejujuran, kebersihan dan sifat-sifat istimewa Muhammad ini, sehingga ia tidak mempedulikan segala kritikan dan kecaman dari keluarga dan kerabatnya.

Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Muhammad mengatakan, “Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Iran dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.

”Sewaktu malaikat turun membawa wahyu kepada Muhammad maka Khadijah adalah orang pertama yang mengakui kenabian suaminya, dan wanita pertama yang memeluk Islam. Sepanjang hidupnya bersama Muhammad, Khadijah begitu setia menyertainya dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, ia pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluannya. Seandainya Muhammad agak lama tidak pulang, Khadijah akan melihat untuk memastikan keselamatan suaminya. Sekiranya Muhammad khusyuk bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sehingga Muhammad pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau coba sekuat mungkin untuk mententram dan menghiburkan, sehingga suaminya benar-benar merasai tenang. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama.

Dalam banyak kegiatan peribadatan Muhammad, Khadijah pasti bersama dan membantunya, seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu. Muhammad menyebut keistimewaan terpenting Khadijah dalam salah satu sabdanya, “Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.” Khadijah telah hidup bersama-sama Muhammad selama 24 tahun dan wafat dalam usia 64 tahun 6 bulan.